Senin, 12 Maret 2012

Sekedar Emosi Sesaat

Tulisan ini seutuhnya saya kutip dari sebuah file yang sahabat saya berikan kepada saya. Sahabat saya tersebut mendapatkan tulisan ini dari sebuah situs di internet. Berikut tulisannya tanpa saya kurangi atau tambahi sedikit pun, bahkan tanda bacanya tetap seperti tulisan tersebut apa adanya.

“Seringkali kita mendengar pria lebih memilih untuk melajang lebih lama dengan alasan-alasan ekonomi. Lebih spesifiknya ingin punya rumah pribadi, punya mobil, punya gaji sekian juta / bulan terlebih dahulu serta tabungan beberapa ratus juta untuk sebuah pesta pernikahan .
Karenanya, sebelum mencapai pernikahan, para pria bekerja ekstra keras mengumpulkan uang demi mendapatkan kemapanan. Salahkah hal ini ? Tentu saja tidak . Sudah selayaknya semua orang untuk punya kehidupan yang aman secara finansial saat berumah tangga untuk memberikan kenyamanan bagi istri dan anak.
Tetapi, pada saat kemapanan itu sudah dimiliki,ada situasi yang bisa menjebak para pria….

Saat seorang pria sudah begitu kaya, maka semua jenis wanita akan datang kepadanya menawarkan cinta. Dan akhirnya semua itu akan menjadi buram dan terbersit keraguan, apakah mereka datang karena cinta yang tulus atau hanya mencintai kekayaan yang dimiliki pria itu.


Jika pria itu salah memilih maka akhirnya sesuatu yang buruk akan terjadi, sehingga pria itu menyesal kenapa bisa menjadi begitu kaya.
Suatu kewajaran bukan? Wanita mana yang tidak akan datang bila sang pria begitu tampan, cerdas, kaya & muda? Semua ingin merasakan Jaguarmu,tidur di atas Tempur Pedicmu, tinggal di pent housemu & b’dampingan dengan pria berjas Kiton.
Ini merupakan gambaran bahwa uang bisa memanipulasi perasaan… dan parahnya itu adalah uangmu!
Bila saat ini kamu memiliki mobil dan kehidupan yang cukup mapan & seorang pacar, kamu tidak akan pernah tau, apakah wanita ini masih mencintaimu jika suatu saat kamu hanya naik sepeda motor, tidak lagi punya rumah pribadi & hanya ada menu tempe di meja makan. Tahukah kamu? Tidak……( roda kehidupan terus berputar bukan ? )
Karena dia datang ketika kamu bisa memberikannya kenyamanan-kenyamanan finansial yang dia idam-idamkan.
Cintakah yang kamu punya? Bukan! Kamu hanya memiliki wanita yang mencintai kenyamanan yang bisa kamu sediakan.
Beruntunglah bagi pasangan yang telah menikah dan mereka berdua memulainya dari bawah. Mensyukuri mobil mereka, karena mereka berdua pernah merasakan panas-hujan dengan sepeda motor. Menyenangi spring bed baru mereka, karena mereka berdua pernah tidur bersama di atas sebuah kasur busa kecil. Terharu degan rumah pribadi mereka, karena dulu mereka pernah tinggal hanya di sebuah kost.
Beruntunglah para pria yang memiliki wanita yang begitu mencintai mereka & mendampingi di saat-saat perjuangan menuju kehidupan yg lebih baik.”

Setelah membaca tulisan tersebut, saya sebagai perempuan cukup tersinggung karena saya membaca tulisan ini ketika situasi hormonal saya memang sedang labil. Setidaknya ada bagian yang menyatakan bahwa wanita yang mendekati seorang pria setelah pria tersebut mapan adalah mereka yang hanya mendambakan kenikmatan finansial belaka dari sang pria. Meskipun disebutkan seandainya pria tersebut salah memilih, namun tetap dikatakan suatu kewajaran wanita mendekati dan menginginkan berdampingan dengan seorang pria yang mapan secara finansial.
Lalu apakah semua wanita melakukan hal tersebut? Oh, jelas tidak. Uang mungkin bisa memberikan kenyamanan secara finansial, tak ada yang perlu ditakutkan jika semua permasalahan yang dimiliki adalah yang berkaitan erat dengan uang, uang, dan uang. Namun apakah ada yang bisa menjamin bahwa uang dapat memberikan kebahagiaan seutuhnya pada suatu hubungan (terserah hubungan apa yang bisa kalian hubungkan)?
Banyak fakta yang menunjukkan bahwa uang tak dapat menjamin kebahagiaan hidup kita, dunia, bahkan akhirat. Banyak pasangan yang uangnya banyak namun kehidupan rumah tangganya tidak harmonis. Banyak pasangan yang uangnya banyak namun tak punya keturunan. Banyak pasangan yang uangnya banyak namun tak punya saudara. Banyak pasangan yang uangnya banyak namun tak punya sahabat. Lalu apakah semua hanya mencakup ‘kebahagiaan’ yang berasal dari materi saja?
Oi, kembali pada permasalahan di atas, banyak wanita yang lebih memilih rumah tangganya harmonis ketimbang punya banyak uang namun tak hidup rukun. Banyak wanita yang lebih memilih punya anak meski hidup pas-pasan daripada punya uang banyak namun tak ada tempat mencurahkan kasih sayang, tak ada orang yang melanjutkan generasi keluarga mereka. Banyak wanita yang lebih memilih mempunyai banyak saudara ketimbang punya banyak uang namun tak memiliki saudara tempat berkumpul berbagi suka duka kehidupan. Banyak wanita yang lebih memilih punya sahabat ketimbang punya banyak uang namun tak ada sahabat yang mendampingi ketika jatuh. Lalu oi apalagi? Masih berpikir semua wanita hanya mementingkan uang dari si pria???!!
Oi, alangkah sempitnya pemikiran jika hanya mementingkan uang, uang, dan uang saja dalam kehidupan ini. Pria pun harusnya berpikir bagaimana cara untuk bukan hanya memberikan nafkah lahir kepada calon istri, tapi juga nafkah batin, ruhiyah. Percuma punya uang banyak tapi ilmu agama tak banyak. Mau kau apakan istrimu kelak, hah? Istrimu yang akan jadi imammu? Istrimu yang akan menjadi kepala keluargamu? Oi, pikirkan baik-baik bujang. Jadi mata dan hatimu bisa melihat mana wanita baik dan mana wanita buruk.
Wanita baik-baik bahkan lebih memilih hidup berdampingan dengan orang yang mau bekerja, bukan bekerja. Dengan mau bekerja, seorang suami tidak akan pilih-pilih pekerjaan demi menghidupi keluarganya. Tentu saja orang yang mau bekerja adalah orang yang tahu mana pekerjaan halal dan yang bukan. Oi, orang yang melakoni pekerjaan yang hasilnya haram bukanlah orang yang mau bekerja, tapi malas bekerja.
Oi, meskipun saya tersinggung dengan tulisan di atas, namun saya sepakat dengan kalimat-kalimat terakhir. Membangun semua dari awal bersama pasangan masing-masing akan jauh lebih terasa indahnya. Terasa nikmatnya. Terasa benar syukurnya. Dengan semua itu, oi, tentulah pasangan akan lebih harmonis, tiada ingin saling menyakiti, malah semakin mencintai, karena Allah tentunya.

Sabtu, 10 Maret 2012

story

CURHAT MALAM

Malam sepi, 18 Desember 2005
Vi, malam ini aku sedih. Bagaimana tidak? Aku tak jua mendapatkan apa yang kuharapkan selama ini. Huh, aku hanya bisa menghembuskan nafas kuat-kuat, lelah.
Vi, kadang kala aku berpikir bahwa hidup ini tak adil. Mengapa harus aku yang selalu mengalami kesialan ini? Kenapa tak ada orang lain yang juga mengalaminya? Ah, mungkin aku belum menemukan orang yang bernasib denganku Vi, atau bahkan, nasibnya lebih buruk dariku?
Tapi sekali lagi Vi, aku berpikir bahwa hanya aku sendiri yang selalu mengalami hal ini. Mengapa? Karena seumur hidupku memang tak pernah menemukan orang yang bernasib sama atau lebih buruk dariku. Vi, mengapa aku begitu lemah?
Vi, malam ini aku kecewa. Bagaimana tidak? Aku tak jua mendapatkan perubahan berarti dalam perjalanan hidupku. Ah Vi, lagi-lagi hanya helaan nafas berat yang dapat mewakili perasaanku.
Vi, semakin aku mencoba untuk berubah, semakin pula aku tak kuasa melakukannya. Vi, adakah yang bisa membantuku untuk melakukannya? Adakah Vi? Dan jawabannya Vi, tak ada. Namun mungkin juga belum ada. Vi, dimana aku akan menemuinya?
Vi, pernahkah terpikir olehmu bagaimana perasaanku? Ah Vi, ku harap kau tak kan pernah merasakannya. Mengapa? Terlalu sakit Vi, dan aku tahu Vi, kau tak akan pernah bisa merasakan apa itu sakit....
Ah Vi, malam ini aku....
Aku sendiri tak mengerti...

Langit mendung, 27 Januari 2006
Vi, coba lihat kesana... Lihat ke atas cakrawala malam. Vi, tak ku temukan. Tak ku temukan seberkas cahaya putihnya. Kemana ia pergi Vi? Tahukah dirimu kemana ia pergi Vi? Ah Vi, lagi-lagi kau hanya diam. Tapi aku tahu maksudmu Vi...
Vi, tahukah kau aku begitu merindukannya? Cahayanya Vi, cahayanya. Cahaya putih berkilauan, redup memberi kesejukan. Itu yang membuatku merindukannya..
Vi, ku pikir aku telah menemukannya. Selama ini aku yakin aku telah menemukannya. Namun Vi, lagi-lagi aku salah. Ah Vi, mengapa aku selalu salah? Selalu salah menimbang rasa. Apakah hatiku tak lagi berfungsi dengan baik hingga selalu salah menimbang rasa? Ataukah selama ini aku telah buta karenanya? Karena cahaya redupnya membuat otot mataku harus berkontraksi kencang agar mampu melihat kerlip indahnya dari tempatku berada? Dan aku lelah Vi, lelah...
Yang pasti Vi, malam ini aku kehilangan... Kehilangan segalanya...

Bintang bertaburan, 13 Februari 2006
Vi, malam ini begitu indah.. Bintang bertaburan di langit biru kehitaman. Membentuk ribuan rasi yang memberikan artinya masing-masing, bagi mereka yang mengerti..
Vi, malam ini kembali kutemukan cahaya putih redup. Redup... Jauh.. Namun Vi, indah.....

Malam cerah, 21 Februari 2006
Vi, kau akan melihat segala yang ada di dunia ini indah jika seseorang ada di sampingmu. Dan malam ini Vi, cerah. Belum pernah malam secerah ini. Atau barukah ku sadari bahwa malam itu cerah?? Cahaya itu menyinari tubuhku dengan keindahannya, menyelimuti tubuhku dengan kehangatannya, melindungiku dengan kesejukannya. Ah Vi, tak perlu ambil pusing tentang semua itu. Yang penting aku bahagia menjalani semua yang ada.
Vi, dalam hati terbersit keraguan. Akankah ribuan malam yang menantiku disana akan tetap cerah? Akankah Vi?

Hujan meteor, 10 Maret 2006
Vi, malam ini aku melihat bukti kuasa Sang Pencipta yang maha indah. Hujan meteor.... Indah... Namun hatiku tak merasa indah Vi. Meski langit cerah, namun tak membuat hatiku senang. Mengapa? Vi, sekali lagi aku kehilangan cahaya itu. Cahaya redup di atas langit malam. Malam ini aku tak melihatnya Vi, ke segala penjuru langit aku mencarinya. Nihil. Tak jua ku temui Vi...
Dan Vi, ketakutanku selama ini terjadi. Ah Vi, sekali lagi aku gagal...

Malam pekat, pertengahan Mei 2009
Ah Vi, apa kabarmu? Masihkah kau mau mendengar ceritaku? Vi, kau masih seperti yang dulu. Meski waktu dan keadaan yang membuatku tak lagi menghiraukanmu, kau masih tak berubah. Diam berjuta bahasa. Namun, aku tetap mengerti apa maksud dari diammu. Terima kasih Vi, kau masih mau mendengar ceritaku. Tepatnya menjadi tempat aku menuliskan perjalanan hidupku yang hampa....
Vi, kau dengar lantunan lagu lawas yang mengalun perlahan dari radioku? Ah Vi, lagu itu membawa aku kembali ke masa lalu. Sakit. Tapi Vi, aku tahu belum saatnya sakit itu terobati. Obat yang ku butuhkan belum dapat ku temukan hingga saat ini. Namun aku tahu Vi, obat itu akan datang pada waktu yang tepat dan dengan cara yang indah...
Sekali lagi Vi, maafkan aku. Aku takkan lagi bercerita padamu. Sebelum aku menemukan obat bagi sakitku. Sungguh aku ingin kembali bercerita padamu. Tapi Vi, aku ingin menceritakan hari-hariku yang indah. Tunggulah Vi, akan datang masanya. Meski itu lama. Namun aku akan sabar menanti...
Dengarlah Vi, lagu itu masih mengalun....

Bintang-bintang dalam sedihku bercerita
Tentang rasa hati
Aku kini dalam duka tak bertepi terpatahkan hati
Dia telah pergi menggapai cinta yang lain
Kini ku sendiri tanpa dia menemani
Bintang-bintang mungkin takdir tak memihakku
Karna cinta slalu pergi dalam hidupku yang tak pasti
Ku slalu kecewa dan terus kecewa
Bintang cerahkan hatiku dengan sinarmu
Agar ku bertahan mengaharap cintanya
Entah sampai kapan dia dalam hatiku
Tersimpan namanya selalu

Praboe, pertengahan Mei 2009
Lost in Paradise
1090